- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Bagian 4
Baseball sekarang sering dimainkan di tengah lapangan. Sehingga orang-orang mulai me-notice pemain-pemainnya. Tak terkecuali dia yang jangkung, bertubuh tegap, berbahu lebar, berwajah menawan dengan rambut yang masih kelihatan luar biasa meskipun awut-awutan. Paling mencolok daripada yang lain. Yang terindah dari yang terindah.
Beberapa gadis berdatangan berusaha mendekatinya, tapi dia malah akan menyeringai ke arahku sambil melambai riang. Ya ampun, dia ini. Aku memandangnya malas.
"Sesekali coba mengobrol dengan mereka. Kamu bisa dapat teman baru."
Dia melirik. "Kamu 'kan sudah ada."
"Biar ada yang lain selain aku."
"Aku nggak mengerti apa yang mereka obrolkan."
Refleks aku tertawa dan mengacak rambutnya yang mulai panjang.
Dia menjauhkan diri sambil tertawa kecil. "Aku nggak butuh yang selain kamu,'' katanya setelah selesai tertawa, sambil melepas sepatu kusamnya.
**
Dia bukan tipe orang yang gampang sakit, tapi sekalinya sakit butuh waktu lama untuk sembuh. Terlebih dia akan banyak menghabiskan waktu dengan tertidur. Sesekali bangun untuk meminum obat, kemudian tidur lagi.
Pernah suatu kali aku menjaganya dan aku sangat bosan hanya menonton orang tidur yang kadang-kadang mengigau tentang gajah atau polisi tidur. Ketika kuajak dia memainkan permainan ringan seperti batu-kertas-gunting saja dia malah jatuh tidur. Namun beberapa kali kondisinya yang tiba-tiba melonjak parah akan membuatku begitu cemas hingga tak nyenyak tidur. Dia pernah membuat semua dokter di asrama berkumpul di kamarnya hanya karena dua hari dia berbaring di kasur. Lemas, katanya setengah sadar.
"Benar-benar pusing, ya?" tanyaku memegang keningnya yang panas ketika melihat kedua matanya terbuka sedikit.
Dia melenguh tak jelas. Keningnya mengernyit.
"Susah buka mata," katanya pelan.
"Hah? Jangan bilang kamu akan—" Entahlah, pikiranku selalu jelek.
"Bisa aja," potongnya semakin membuatku ngeri. "Coba dengarkan detak jantungku."
Aku refleks menunduk demi mendekatkan telinga ke tempat di mana jantung berdetak. Sekonyong-konyong tangannya merangkul bahuku dan kemudian aku terjatuh di atas tubuhnya. Dia mendekapku. Tenang. Hangat. Namun aku panik sendiri. Takut terlihat guru atau siswa atau siapapun. Aku menggeliat.
"Kamu sedang apa?" omelku.
"Balas sebentar saja," bisiknya.
Mau tak mau aku balas mendekap. Selama dua menit, dia melepaskanku. Aku segera menegak sambil bernapas lega. Saat kulihat wajahnya, dia sudah tertidur kembali, pulas.
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Komentar
Posting Komentar