The Sunflower Can('t) Leave The Sun

 Bagian 3


Kami melewatkan begitu banyak waktu bersama. Suatu waktu aku datang ke UKS yang hari itu dikosongkan karena akan diubah posisi. Dia tidur di sana seenak jidat, menempati brankar satu-satunya yang dibiarkan di dalam.


Kemudian aku mendorong brankar yang beroda itu hingga bergerak dan membuatnya membuka mata. Dia memerotes. Karena lucu, aku lanjut menjahilinya dengan mendorong dan menarik brankar ke sana-kemari.


"Berhenti! Berhenti! Mual!" katanya berteriak.


Saat dia berhasil meloncat turun, aku langsung berlari kabur. Dia akan mengejarku. Kami berlarian ke lapangan, koridor dan aku akan berhenti di kedai es krim.


**


Dia adalah pribadi yang tidak bisa kutebak. Misalnya saat kami hendak turun dari lantai tiga, dia naik ke atas pembatas tangga yang terbuat dari semen dengan permukaan lebar, kemudian tubuhnya merosot ke bawah seolah itu adalah perosotan. 


Aku melongo dan dia menyuruhku mencoba. Dia dengan mudah mengangkat tubuhku ke atas pembatas tangga, lalu aku meluncur dengan dia yang tetap memegangi tanganku agar tetap aman. Kami melakukan itu berulang kali sambil tertawa-tawa seperti anak kecil dan akan berhenti ketika dia tidak sanggup mengangkatku naik lagi. Sampai dia tergeletak di lantai saking lemas, tapi mulutnya tak berhenti mengalirkan tawa.


Atau pernah dia muncul di kelasku secara tiba-tiba, bukan hanya dia sebenarnya, karena kelas kami diajar satu guru dengan pelajaran yang kebetulan sama sehingga kelas kami digabung.


Tanpa sepengetahuanku dia menarik kursi ke sebelahku. Untuk pertama kalinya aku melihat dia di kelas, memperhatikan guru, menulis dan tertidur—dia lebih banyak tertidur sebenarnya.


"Kamu akan pegal-pegal kalau tidur di kursi terus," kataku sambil menukar buku pelajaran.


Dia bangkit dengan malas-malasan, meregangkan tubuh, menguap. "Kalau begitu di sini saja," katanya, dengan santainya meletakkan kepala di bahuku.


Mataku melebar. "Kamu—"


"Shhh."


Tak lama dengkuran halusnya menyapa telingaku.


Komentar